Posted by : Unknown Selasa, 11 Maret 2014

MENGUKIR SEJARAH LEWAT LITERASI
(Author: Endang Siti Nurkholidah)
            Tidak terasa waktu-waktu ku habis terhanyutkan oleh sepinya suasana malam. Terhanyut oleh kesibukan malam yang selalu ku ratapi. Menulis, menulis dan menulis. Hanya dentingan detik jam yang ku dengar ketika pertapaanku dimulai. Itulah pekerjaan seseorang yang sedang menerapkan budaya literasi dalam kehidupannya. Memang membaca dan menulis termasuk kedalam bagian literasi.  Sejarah akan muncul karena literasi.
No literacy, no history. Ini slogan yang pantas untuk mengaitkan antara literasi dan history. Keduanya sangat berkaitan satu sama lain. Ketika kita ingin mencetak sebuah sejarah, bermulalah dari membudayakan literasi, karena orang yang tidak berliterasi tidak akan mencetak sebuah sejarah dalam hidupnya.

Masih berkutat dalam dunia literasi. Nama yang tidak akan pernah musnah termakan peradaban. Survey membuktikan orang yang berliterasi akan mencetak sebuah sejarah yang akan dikenal oleh seluruh orang di dunia. Seperti seorang sejarawan yang terkenal itu. Howard Zinn namanya. Dia merupakan sosok sejarawan yang sangat luar biasa. Yang mempunyai pemikiran yang brilliant.  
Ada sebuah kalimat bahwasannya ‘’ikatlah ilmu dengan menulis’’. Kalimat yang sangat mendalam, betapa pentingnya menulis (berliterasi) yang harus dibudayakan dalam kehidupan kita.
Literasi dan sejarah tidak akan terpisahkan, karena orang yang berliterasi akan gampang sekali mencetak sejarah dalam hidupnya. Selain itu menulis akan menghasilkan sebuah karya yang abadi dan terus mengalir manfaatnya, meskipun si penulis sudah meninggal dunia. Jika orator akan terkenang akan terkenal dengan gaya penyampaiannya dan beberapa kalimat intinya, akan tetapi penulis akan terkenal lewat tulisannya yang terkenal dengan gagasan pemikirannya dan ide-ide brilliantnya yang dituangkan dalam tulisan.
Hal ini terbukti bahwa literasi dan sejarah sangat berkaitan. Bahkan ilmuan yang sangat terkenal (Key Hyland) memaparkan dalam buku yang berjudul Teaching Researching bahwa literacy studies research away from academic, media, literary, and other published text to embrace what people do when they read and write, the context that surround these activities and how they understand them. –Key Hiland-. So, dapat kita simpulkan sendiri bahwasannya literasi merupakan sebuah pola aktivitas individu yang dapat membuktikan apakah dia dapat membaca-menulis dengan baik.
Now, we are going to talk about text and context dalam discourse ini. Masih dalam bukunya Key Hyland bahwasannya antara text dan context tidak bisa dipisahkan karena sudah menjadi kesatuan yang kokoh layaknya sebuah bangunan. Text dibagi menjadi dua bagian: physical beings (fisik) and semiotic beings (symbol). Keduanya saling melengkapi karena text akan menjadi symbol jika ada bentuk fisiknya. Text bisa digunakan untuk alat berkomunikasi yang diproduksi oleh manusia. Sehingga text dapat ditulis diberbagai benda: kayu, batu, bedi dan lain-lain. –Lethonen,2000:72—jadi bisa dikatakan text sebagai bentuk fisik dan symbol sangat bisa dijadikan catatan sejarah dari penulis.
Menurut Lethonen, text sebagai symbol yang jika disatukan akan membentuk symbol lain. Selain itu dia membagi kedalam tiga karakteristik: Matreality (physical), formal relationship and meaningfulness (semantic meaning). Text tentu saja berperan dalam discourse karena text merupakan cara yang digunakan bahan untuk komunikasi dan mendapatkan tujuan (meaning) dalam situasi (konteks) tertentu. Sehingga text ditempatkan pada tujuan dunia komunikasi dan social action yang mengidentifikasi cara teks dalam bekerja sebagai alat komunikasi – Hyland,2009:12--
            Komponen lain dalam discourse adalah context. Setiap text pastinya memiliki context tertentu. Context sering disebut sebagai pemisah atau background dari text yang membantu menambah informasi untuk mencapai meaning (tujuan). Oleh karena itu, para pembaca harus mempunyai skill contextual knowledge untuk memunculkan tujuan tersebut. Context memiliki beberapa faktor yang penulis dan pembaca masukan kedalam proses informasi menuju meaning. Context juga dapat disebut sebagai solusi yang diciptakan write dan reader untuk mencapai meaning (tujuan).
·         The world of text – Lethonen –
Text as physical beings
‘’that texts are communicative artefacts``
``texts have been produced through the assistance of various technology``
``texts created by these technology have also left their mark on the conception of `text` prevail in our culture``
·         Text as semiotic beings –lethonen--
``texts are characterized by three features, such as materiality, formal teaching relationship and meaningfulness``
Selain itu, pendekatan linguistic melihat context dari pengertian yang berbeda. Berasal dari text dan jika dilihat dari segi social, serta sistematik telah dikodekan dalam discourse. Pendapat ini juga dikuatkan oleh pendapat Halliday (1985) bahwa context of culture: Field, tenor and mode. Menurut Bapak Halliday tidak sama dengan context situasi, pengaruh context bukan saja ada disekeliling text, akan tetapi disekeliling bahasa juga. Hal ini karena dalam text terdapat bahasa yang berperan sebagi alat komunikasi.
Ada beberapa aspek yang sangat penting yang akan dibahas dalam buku Log ini mengenai literasi yang ada dalam kehidupan kita. Diantaranya:
1.      Writing and context
2.      Listening and expertise
3.      Writing and culture
4.      Writing and technology
5.      Writing and genre
6.      Writing and identify
Menurut Lethonen semua unsure-unsur diatas akan memiliki pengertian yang berbeda apabila diposisikan sebagai reader dan writer.
So, mari kita kupas tuntas satu persatu….
1.      Writing and Contexts
Menurut Lethonen bahwa posisi context disini yaitu sebagai sesuatu pemisah yang melatar belakangi text dan reader.
``……….context are seen as separate backgrounds of text, which in the role of certain kind of additional information can be an aid in understanding the texts themselves`` -- Lethonen—
Selain itu context juga mencakup 8 komponen, diantaranya:
1)      Subtansi (subtance)
2)      Music dan gambar (music and picture)
3)      Language
4)      Situasi (situation)
5)      Co-text
6)      Intertext
7)      Participants
8)      Function
Menurut Key Hyland:2009 context memiliki tiga aspek, yaitu:
1)      Situation of context: apa yang diketahui orang tentang apa yang mereka dapat lihat disekelilingnya.
2)      Background knowledge context:” apa yang mereka ketahui tentang dunia, aspek dalam hidup.
3)      Co-textual context: apa yang orang ketahui tentang apa yang mereka katakana.
Akan tetapi ada satu pendapat lagi yaitu menurut Halliday:1985
1)      Field: what is happening and the type of sociall action.
2)      Tenor: who is taking part, the roles and relationship of participant.
3)      Mode: what part the language is playing, what the participant are expecting is to do for them.
Selain itu dalam bukunya Besty Ryme (2008) classroom Analysis Discourse bahwa context merupakan penentu dalam penggunaan kata.
Nah setelah memahami tentang text dan context, ternyata bermula dari sinilah literasi bisa dimulai, katrena tanpa text dan pemahaman yang baik literasi akan sulit diciptakan.
2.      Writing and Culture
Menulis adalah hal yang tidak mudah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Serta pada akhirnya peran gurulah yang akan terlihat yang akan menerangkan beberapa bagian budaya yang dimainkan dalam lingkup siswanya –Hyland:2009:54—

3.      Writing and Technology
Technology sudah tidak aneh lagi terdengar dalam telinga ini. Bahkan menjadi sahabat manusia pada zaman sekarang ini. Seperti efek writing yang menggunakan technology (menurut hyland:2009), diantaranya:’
1)      Change creating, editing, proofreading and formatting process.
2)      Combine written text visual and audio media more easily.
3)      Challenge traditional nations of authorship, authority and intellectual property
4)      Allow writer access more information and to connect that information in new ways
5)      Expend the range of genres and opportunities to reach wider audience.
4.      Writing and Genre
Dalam context genre ini meru[pakan suatu proses komunikasi dimana ada suatu partisipasi dari beberapa pihak social yang terlibat seperti writer and reader. Ada tiga pandangan menurut Hyon Johns:2002 bahwasannya:
1)      Systematic functional views
Genre adalah proses social karena anggota dari budaya berinteraksi untuk mencapai apa yang mereka berevolusi untuk mencapai hal-hal untuk melangkah satu tujuan
2)      English for specific purposes
Melihat genre sebagai sumber daya yang tersedia dalam budaya yang lebih luas yang menganggap mereka sebagai milik masyarakat wacana tertentu berdasarkan tujuan utama.
3)      The new Rhetoric
4)      Genre merupakan suatu hal yang termotivasi, hungan fungsional antara jenis teks dan situasi retons. Artinya genre bukannlah jenis text atau situasi melain hubungan functional antara jenis teks dan jenis situasi.
5.      Writing and Identify
Konteks ini merupakan suatu koneksi atau kesatuan yang mampunyai cirri khas anatar identifikasi dari writer yang menjelaskan suatu identitas yang baru kepada reader terhadap apa yang telah ditulis.
Disini, saya akan melirik sedikit materi mengenai intertekstualitas yang merupakan salah satu teori yang digunakan oleh pembaca untuk memperoleh makna karena setiap reader yang bertemu dengan teks pasti ada proses pemaknaanya.
            Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Julia Kristeva seorang peneliti dari Prancis yang mengungkapkan bahwa jumlah pengetahuan dapat membuat suatu text sehingga memiliki arti.
Menurut Laurent Jenny dalam (culture:1981:104) sebagai ``outside of intertextuality, the literary work would be quite simple imperceptible, in the some way as an utterance in an as yet unknown language`` yang artinya bahwa suatu teks benar-benar tidak bergantung pada teks lain, maka teks tersebut menjadi tidak signifikan.
Menurut Kristeva, intertekstualitas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)      Kehadiran suatu teks di dalam teks yang lain
2)      Selalu adanya pertunjukan yang merujuk hubungan antara suatu teks dengan teks lainnya.
3)      Adanya fakta bahwa penulis suatu teks pernah membaca teks-teks yang memengaruhi sehingga Nampak jelas
4)      Pembaca suatu teks tidak akan pernah bisa membaca teks secara terpisah dengan teks-teks secara terpisah dengan teks lainnya. Ketika ia membaca (dalam rangka memahami) suatu teks, ia membaca berdampingan dengan teks lain.
Adapun tujuan dari intertex adalah memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya. Penulisan atau pemunculan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsure kesejahteraan, sehingga pemberian makna itu akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsure kesejarahan –Teew:1983:62-5—

Begitulah ulasan-ulasan seputar fakta-fakta dalam literacy. Literacy sangatlah berkaitan dengan sejarah, karena orang berlitarsi akan mengukir sejarah yang dikenal oleh halayak orang di dunia ini. Seperti Howard Zinn yang mengukir sejarah lewat literasi. Sejarah dan literasi juga tidak akan pernah terpisahkan, karena sudah menjadi sebuah paketan yang kokoh.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Orientasi Dalam Mengajar - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -